Sabtu, 31 Desember 2011

analisis puisi -pokok kayu - Sapardi Djoko Damono



POKOK KAYU
Karya: Sapardi Djoko Damono

“ Suara angin dirumpun bambu 
Dan suara kapak dipokok kayu, 
Adakah bedanya, saudaraku?”
“Jangan mangganggu”, hardik seekor tempua
Yang mengerami telur-telurnya 
Dikusut Nuh yang sangat purba.


1.    Tema
Perusakan lingkungan.
2.    Gaya bahasa
Personifikasi – dalam kutipan “suara kapak di pokok kayu”, kapak melambangkan manusia yang merusak lingkungan.
Metafora – dalam kutiapan “suara angin di rumpun bambu” yang menggambarkan kealamian “suara kapak di pokok kayu”yang menggambarkan kerusakan.
Ironi – dalam kutipan “adakah bedanya saudaraku?”


3.    Pilihan kata
Ada kecenderungan suasana yang merusak lingkungan .
·         Angin dan kapak dapat menimbulkan suara yang mengganggu.
·         Telur menggambarkan bakal kehidupan.
·         Tempua menggambarkan induk dari bakal kehidupan.
·         Kata Nuh menggambarkan seorang nabi yang kaumnya tertimpa musibah karena tidak mau mengikuti perintah Nabi Nuh.
4.    Musikalitas
·      Ritme dan rima dalam puisi ini menggunakan vokal u, yang terasa haru.
·      Puisi tersebut menggambarkan suasana yang menyedihkan(kakoponi).
5.    Amanat
Janganlah merusak lingkungan yang akan menimbulkan kerusakan dan bencana alam bagi orang lain. Oleh karena itu, sayangilah lingkungan demi kehidupan yang tenang dan tentram .
6.    Kesimpulan
“Suara angina dirumpun bambu, dan suara kapak dipokok kayu, adakah bedanya saudaraku?”,ada seseorang atau sesuatu yang bertanya kepada saudaranya tentang perbedaan suara angin dirumpun bambu dan suara kapak di pokok kayu keduanya juga memiliki persamaan sifat yaitu suara, namun keduanya juga memiliki perbedaan. Suara angin lebih bersifat alami, berasal dari alam sedangkan suara kapak lebih bersifat buatan manusia. Suara angin menyimbolkan suatu yang bersifat alami dan lingkungan yang selalu terjaga kelestariannya, sedangkan suara kapak sebagai perusak lingkungan, manusia dengan kapaknya dapat membabat pepohonan atau menebangi pohon-pohon kayu dihutan dan akibatnya ketika turun hujan terjadilah banjir.
“jangan mengganggu,hardik seekor tempua yang sedang mengerami telur-telurnya, dikusut rambut Nuh yang sangat purba”.Seekor tempua atau burung manyar yang hidup dipohon yang tinnggi dan besar. Burung ini sedang mengerami telur-telurnya, suatu proses menjadikan keturunannya berkembang biak. Sarang burung ini bukan dipohon besar , tapi dikusut rambut Nuh yang sangat purba. Tempua marah ketika mendengar percakapan saudaranya yang membicarakan perbedaan antara suara angin dan kapak. Percakapan itu dianggapnya berisik dan mengganggu ketenagannya. Secara fisik Nabi Nuh juga dapat dianggap tidak hadir dalam puisi ini. Rambutnya yang sudah ribuan tahun itu dibuat sarang oleh seekor burung tempua. Biasanya burung tempua membuat sarang dari helai daun yang panjang namun secara helai daun itu sekarang digantikan oleh helai rambut Nabi Nuh, karena pokok-pokok pohon kayu telah ditebangi dan lingkungan yang dia tempati telah rusak oleh tangan manusia.
Di sini Penyair mengajak pembaca untuk melihat lebih jauh tentang ulah perbuatan tangan manusia. Banyak orang mempunyai gambaran ideal mengenai sebuah dunia yang hendak dibentuknya. Ironis sekali ketika dunia ideal itu harus mengorbankan dunia sebenarnya demi memperoleh sesuatu yang menurutnya keharusan. Populasi yang terus berkembang mengharuskan manusia membuka lahan-lahan baru, membuat bangunan-bangunan baru, membentuk wajah dunia yang baru. Padahal dunia ideal yang hendak dibentuknya itu mengorbankan dunia yang sesungguhnya, dunia alami yang telah memberikan kehidupan kepadanya. Puisi di atas juga mengajak kita agar selalu menjaga lingkungan sekitar kita. Sebagai contoh burung tempua yang marah ketika terjadi perusakan di tempat tinggalnya (pohon) dan juga si tempua memikirkan nasib anak-anaknya yang masih di dalam telur. Tidak beda halnya dengan kita manusia ,pasti akan marah juga apabila rumah kita di rusak karena kita juga bakal memikirkan nasib anak-anak kita. Sedangkan melihat kaumnya Nabi Nuh yang tertipa musibah karena tidak mau mengikuti perintah atau ajakan Nabi Nuh ,kita pun juga harus mengikuti nasihat atau ajakan untuk tidak merusak alam sekitar kita karena apabila alam di sekitar kita rusak akan terjadi musibah seperti banjir dan longsor. Jadi bila kita merusak alam sekitar kita ,kita sendiri yang akan mendapat musibah dan jika bumi yang kita tinggali ini terkena musibah terus menerus ,mau tinggal dimana kita ?

2 komentar: